tauhid dan akhlak tasawuf
BIOGRAFI TOKOH DAN PEMIKARAN TENTANG MA’RIFAT
Nama : M.Haizul Ma'ali
NIM : 23020560141
Kelas : PIH-D
Fakultas syari'ah dan hukum
Imam Al-Ghazali
Nama lengkapnya Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Ahmad al-Ghazali. Dia di lahirkan di desa Ghuzala daerah Tus, salah satu kota di Khurasan Persia pada tahun 450 H/1085M. Ayahnya meninggal saat ketika ia masih kecil, sebelum meninggal ayahnya mentipkannya kepada sahabatnya seorang sufi, supaya diurus dan dididik besama adiknya. Diserahkan pula sejumlah uang simpanan. Pesannya, jika bekal itu habis, ia berharap kedua anaknya hidup mandiri dengan jalan mengajar. Semua pesan itu dipenuhi dengan baik oleh sahabatnya.Kemudian setelah berumah tangga dan dikarunia seorang anak laki-laki yang diberi nama Hamid, maka beliau dipanggil dengan sebutan akrab “Abu Hamid (Ayah Hamid).
Pada masa kecilnya, al-Ghazali belajar pada salah seorang faqih di kota kelahirannya, Tus yaitu pada Ahmad al-Raz akani.Lalu dia pergi ke Jurjan dan belajar pada Imam Abu Nas}r al-Isma’ili. Setelah itu dia kembali ke Tus dan kemudian pergi ke Nisapur. Di sana ia belajar pada salah seorang teolog aliran Asy’ariyah yakni Abu al-Ma’ali al-Juwaini yang bergelar Imam al-Haramain. Di bawah bimbingan gurunya itulah dia sungguh-sungguh belajar dan berijtihad sampai benar-benar menguasai masalah madzhab-madzhab berserta perbedaan pendapatnya, teologi, ushul fiqh, logika sampai dengan filsafat. Selama berada di Nisapur, al-Ghazali tidak hanya belajar kepada alJuwaini, tetapi belajar juga kepada Yusuf an Nazaj (w. 477H) dan Abu Ali alFadhl ibn Muhammad ibn Ali al-Farmadhi (w.477 H) keduanya adalah pengamal dan ahli teori dibidang tasawuf, dari pelajaran yang diterimanya itu, al-Ghazali melakukan latihan dan praktik tasawuf, meskipun demikian hal itu belum mendatangkan pengaruh yang signifikan pada kehidupannya, praktik dan teori sufisme yang sesungguhnya dilakukan pasca mengalami krisis psikologi.
Kondisi Sosio-Kultural Imam al-Ghazali
Memahami pemikiran Imam al-Ghazali, khususnya aspek tasawuf tanpa lebih dahulu memahami dan mempertimbangkan kondisi sosio-kultural masa hidup yang melingkari pertumbuhan ataupun mobiltas pemikirannya, akan memberikan persepsi kurang obyektif, sebab pada dasarnya ia adalah produk pada masanya.Imam al-Ghaza>li hidup pada masa yang kacau dan situasi yang genting, pertentangan antar aliran semakin menjadi-jadi. Apabila dirunut dari rentang perjalanan sejarah, maka kendatipun masa hidup Imam al-Ghazali masih berada dalam periode klasik (650-1250 M), namun sudah masuk ke dalam masa kemunduran atau jelasnya masa disintregasi (1000-1250 M). Secara politis kekuatan pemerintahan Islam yang masa itu dibawah kekuasaan Dinasti Abbasiyah sudah sangat lemah dan mundur karena terjadinya konflik internal yang berkepanjangan dan tak kunjung terselesaikan.
Dalam pandangan al-Ghazali terdapat empat golongan yang menimbulkan krisis, yaitu para mutakallimin, filsuf, ahli kebathinan (ta’limiyah) dan kaum sufi. Pada zaman al-Ghazali juga masih mewarisi ketegangan yang disebabkan oleh munculnya dikotomi “ulama batin”, suatu istilah yang ditunjukan kepada para kaum sufi dan “ulama zahir” yang di peruntukan pada fuqaha’. Para sufi (ulama batin) lebur dalam pengalaman-pengalaman mistik yang tidak jarang mereka mengabaikan batas-batas syari’at, ini berakibat hubungan para sufi semakin jauh dengan para fuqaha’. Sebaliknya ulama zahir hanya sibuk dalam urusan-urusan fiqh dan ilmu kalam yang kering dari nuansa-nuansa spiritual.
Karya-Karya Imam al-Ghazali
Imam al-Ghazali adalah seorang pemikir yang produktif dalam berkarya serta luas wawasannya. Dia menyusun banyak buku dan risalah, meliputi berbagai bidang seperti fiqh, ushul fiqh, ilmu kalam, akhlak logika, filsafat, dan tasawuf. Semuanya dapat dikelompokan sebagai berikut:
A.) Kelompok ilmu akhlak dan tasawuf
- Ihya' Ulumuddin
- Ayyuhal Walad
- Mizan amal
- Misykat al anwar
- Bidayatul Hidayah
- Risalah al-Qudsiyah
- Al-alam Al Laduniyah
B.) Kelompok Filsafat dan ilmu kalam
- Maqasid falasifah
- Tahafut al-Falasifah
- Hujjatul Haqq
- Asrar addin
- Isbatu al-nadar
C.) Kelompok ilmu fiqih dan ushul fiqih
- Al-Basit
- Al-wasit
- Al-wajiz
- Al-mankhul
D.) Kelompok Tafsir
- Yaqut al-Ta’wil fi Tafsir al Tanzil
- Jawahirul Qur’an
Konsep Ma’rifat Imam al-Ghazali
Teori al-Ghazali tentang ma’rifat menurut al-Taftazani (1979) dipandang sebagai teori yang komplementer dan komprehensif, sebab secara rinci al-Ghazali telah berhasil membahas pengetahuan mistis dari segi pencapaiannya, metodenya, objeknya, dan tujuannya. Teorinya dipandang memiliki kontribusi yang besar terhadap pertumbuhan maupun perkembangan tasawuf. Al-Ghazali mengklasifikasikan tasawuf menjadi dua bagian. Pertama tasawuf sebagai “ilmu mu’amalah”, kedua tasawuf sebagai “ilmu ma’rifat”. Ilmu mu’amalah sebagai tahap perjalanan dan perjuangan tasawuf jika dihadapkan dengan Ilmu ma’rifat yang merupakan pencerapan spiritual langsung,terdapat perbedaan mendasar yang berkaitan dengan esensi masing-masing
Metode Imam al-Ghazali Untuk Meraih Ma’rifat
Dalam Ihya' Ulum al-Din dijelaskan bahwa setiap anggota tubuh diciptakan untuk suatu fungsi tertentu, sedangkan sakitnya anggota tubuh itu adalah bila tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Sakitnya tangan adalah ketika tidak mampu untuk memengang. Sakitnya mata adalah ketidakmampuannya untuk melihat, begitu pula sakitnya hati adalah tidak berjalannya fungsi hati sesuai tujuan penciptaannya, yaitu mencerap ilmu, hikmah, ma’rifat, mencintai Allah SWT, merasakan kenikmatan mengingat-Nya (berdzikir) dan beribadah kepadaNya. Serta menginstruksikan semua anggota tubuh untuk menyukseskan fungsi tersebut. Sebab, hati merupakan pemimpin dari segala perilaku
Urgensi Ilmu dan Amal
Ilmu berasal dari bahasa arab ilm yang berarti pengetahuan, isim mahsdar dari alima-ya’lamu-ilman. Definisi dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) ilmu adalah Ilmu pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu. Menurut Abu Bakar Jabir al-Jazairy (w. 1999 M), ilmu terbagi menjadi dua yaitu darury dan nadariy Ilmu darury adalah ilmu yang tidak memerlukan perenungan dan pemikiran menegenai segala sesuatu yang telah ada dalam pikiran (albadahiyyat) seperti pengetahuan tentang sesuatu yang dapat dirasakan (mahsusat) dan dilihat (mar’iyyat) yang diketahui dengan panca indra yaitu pendengaran dan penglihatan, penciuman, rasa dan raba. Al badahiyyat adalah pengetahuan yang telah ada dalam, jiwa manusia sejak semula tanpa sebab pemikiran dan analisis. Sedangkan ilmu nad}ary adalah ilmu yang memerlukan perenungan dan pemikiran, baik yang diketahui melalui hati saja seperti hal-hal ghaib, misalnya mengenai rahasia Allah SWT. Atau yang diketahui oleh indra dan pikiran, seperti 10 lebih besar daripada Ilmu (‘ilm) merupakan cahaya lilin kenabian dalam hati orangorang beriman untuk menempuh jalan menuju Allah SWT, karya ciptaan Allah SWT, dan perintah Allah SWT. Sebagai cahaya, tentu keberadaan ilmu dapat menerangi jalan yang ditempuh oleh pemiliknya, sehingga seseorang dapat melihatnya dengan jelas apa yang menjadi
tujuannya. Seorang penuntut ilmu hendaknya bertujuan mengetahui (ma’rifat) Allah SWT, mengetahui jalan dan cara untuk sampai kepadaNya, serta memelihara ilmunya dengan mengaplikasikan dalam setiap perbuatannya.
Komentar
Posting Komentar