tauhid dan akhlak tasawuf

Konsep dan tokoh wahdatul wujud

Nama : M.Haizul Ma'ali
NIM    : 23020560141
Kelas  : PIH-D
Fakultas syari'ah dan hukum

Wahdatul wujud 

Wahdatul wujud berasal dari kata wahdah (وحدة) yang berarti tunggal atau kesatuan dan al-wujud (الوجود ) yang berarti ada, eksistensi, atau keberadaan. Secara harfiah wahdatul wujud artinya adalah "kesatuan eksistensi".
Ajaran ini mengatakan bahwa Tuhan adalah Alam Yang Maha Esa, sedangkan makhluk adalah bagian dari Alam Yang Maha Esa, dan Tuhan menjelma dengan segala sesuatu yang ada di alam semesta ini, karena tidak ada apa pun di alam semesta ini kecuali yang berwujud Tuhan adalah perwujudan keberadaan Tuhan.

Ada yang memaknai bahwa wahdatul wujud itu sama dengan manunggaling kawula lan Gusti, konsep dalam bahasa Jawa yang diperkenalkan oleh Syeh Siti Jenar. Akan tetapi, ada yang membedakan kedua makan tersebut. Kalau wahdatul wujud itu penyatuan senyawa, peleburan, sedangkan manunggaling kawula lan Gusti adalah sebuah percampuran (panteisme).

Contoh yang pertama, semisal jari dicelupkan ke dalam air tawar, dan sesaat setelah itu dicelupkan ke dalam air laut. Air di ujung jari tidak dapat dibedakan antara air tawar dan air laut. Contoh yang kedua, seumpama secangkir kopi, di dalamnya terdapat bubuk kopi, air, dan gula. Sama-sama menyatu dalam satu entitas akan tetapi berbeda secara hakikat.

Penulis lebih kepada pemahaman bahwa wahdatul wujud itu sama dengan manunggaling kawula lan Gusti. Tidak ada perbedaan makna, dan antara satu dengan yang satunya lagi adalah sepadan dan sama. Dan yang lebih penting untuk dipahami, bahwa keduanya adalah wujud penyatuan apa pun bentuk dan ragamnya. Menyatu dalam arti yang sesungguhnya.

sejarah Wahdatul wujud
Keberadaan Wahdatul selalu dikaitkan dengan Ibnu Arabi, karena Ibnu Arabi dianggap sebagai penciptanya. Walaupun Wahdatul ada, dikaitkan dengan mazhab Ibnu Arab, namun nyatanya Wahdatul sudah ada, sebagaimana diajarkan oleh sebagian sufi sebelum Ibnu Arab. 
 
 Seorang sufi sebelum Ibnu Arab yang melontarkan pernyataan yang dianggap mengandung doktrin Wahdat al-Jujud adalah Abu Hamid Al-Ghazali, dalam salah satu karyanya Al-Ghazali mengatakan bahwa “sesuatu yang benar-benar ada adalah Allah SWT, sama benarnya. cahaya itu Allah S.W.T.” “Tidak ada yang lain selain Allah dan wajah-Nya, dan dengan itu semua kecuali wajah-Nya akan binasa selama-lamanya. 
 
Maaruf Al-Karkhi, salah satu sufi yang hidup empat abad sebelum Ibnu Arabi, adalah orang pertama yang mengucapkan syahadat dengan kalimat “tidak ada yang lain selain Tuhan”. 
 
 Salah satu yang berperan mempopulerkan istilah wahdatul wujud adalah Ibnu Taimiyah, seorang pemikir dan ulama yang merupakan guru dari Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah. Meskipun Ibnu Taimiyah menggunakan ungkapan Wahdatul Wujud untuk mengkritik doktrin Wahdatul Wujud, namun ungkapan tersebut banyak digunakan oleh para sufi dalam ajaran tasawuf.

Tokoh-tokoh Wahdatul wujud 
•Al-Hallaj
Abu Abdullah Husain bin Mansur Al-Hallaj, yang dikenal sebagai Al-Hallaj, seorang syekh sufi abad ke-9 dan ke-10 asal Persia, lahir di kota Thuri di wilayah Baidhah di Iran tenggara pada tanggal 26 Maret 866 M. Ia terkenal dengan ucapannya: "Ana al haq" (Akulah yang sebenarnya) karena perkataannya berujung pada eksekusinya. Karena Islam tidak menerima pandangan bahwa manusia dapat mempersekutukan dirinya dengan Allah, dan karena Kebenaran adalah salah satu nama Allah, ini berarti al-Hallaj menyatakan keilahiannya sendiri.

• siti jenar
Siti Jenar Nama aslinya adalah Raden Abdul Jalil, lahir di Iran/Persia tahun (1348-1439 H/1426-1517 M) bertempat tinggal di Jepara, Jawa Tengah, Indonesia. Siti Jenar terkenal sebab ajarannya Manunggaling Kawula Gusti istilah Wahdatul wujud yang dijawakan. Siti Jenar mengembangkan paham jalan hidup sufi yang dianggap bertentangan dengan ajaran Wali songo. Pertentangan praktik sufi oleh Siti Jenar dengan Wali songo terletak pada penekanan aspek formal ketentuan syariat yang dilakukan oleh Wali songo.

• ibnu arabi
Ibnu Arabi, salah satu sufi terkenal dalam perkembangan tasawuf. Lahir pada tahun 560 H.merupakan tokoh yang cukup kontroversial Ia mengajarkan bahwa tidak ada sesuatu pun yang wujud kecuali Tuhan. Segala yang ada selain Tuhan adalah penampakan lahiriah dari-Nya. Perkataan yang diungkapkannya: “Maha Suci Dzat yang menciptakan segala sesuatu, dan Dia adalah segala sesuatu itu sendiri.”

konsep Wahdatul wujud
Sebagaimana disebutkan di atas, konsep wahdatul yang ada adalah penyatuan seluruh Tuhan. Konsep ini berkembang dan menjadi pemahaman yang lebih luas bahwa “wahdah/ittihad” tidak hanya berarti melebur dan menyatu dengan Tuhan. Namun keakraban dengan orang-orang yang dekat dengan amal (taqarrub dalam bahasa agama) merupakan jalan menuju konsep wahdatul zujud.
 Al-Junaid Ithaf al-Dhakis : Tafsir Wahdatul Wujud untuk Muslim Nusantara mengatakan: “Tauhid membedakan antara yang tak tercipta (al-qadim) dan yang tercipta (al-Muhdath).”
 
Ungkapan Al-Junaid dalam penjelasannya tidak bertentangan dengan wahdatul juzur. Sebab antara Tuhan dan hamba (sufi) sudah jelas apa yang ada dalam hakikat hakikat ketuhanan. Ada seseorang yang menemukan esensi situasinya dalam keberadaannya. Dalam konteks itu, tariqah (perintah/jalan) menuju keadaan wahdatul hadir sebagai instrumen (perantara) yang tidak bisa diabaikan. Karena tanpa perantara, perantara, penghubung antara kedua aspek tersebut (pengabdi entitas Tuhan), tujuan akhir tidak akan pernah tercapai. “Al wasa’il tattabi’u al maqashid fi ahamihaa” (Semua jalan/perantara mengikuti hukum niat). Aturan ini menjelaskan bahwa jalan atau perantara yang menuju pada keberadaan wahdatul sama dengan pembubaran kesatuan itu sendiri. Pengertian istilah wujud mempunyai dua makna yang berbeda secara mendasar: pertama, wujud sebagai konsep gagasan wujud wujud (wujud bil ma'na al-masdari). Kedua, wujud makna dapat mempunyai wujud, yaitu yang ada (ada) atau yang hidup (ada) (wujūd bil ma'nā maujūd).
Kata-kata Ibnu Arabi pada ungkapan tersebut digunakan untuk menyebut wujud Tuhan, artinya yang wujud hanyalah wujud Tuhan dan tidak ada wujud kecuali wujud-Nya, artinya tidak ada yang lain selain Tuhan yang mempunyai wujud. Namun, Ibnu Arabi terkadang menggunakan kata keberadaan untuk merujuk pada sesuatu selain Tuhan. Ibn Arabi, sebaliknya, menggunakannya dalam arti metaforis (majāz) untuk menyatakan bahwa keberadaan hanya milik Tuhan, sedangkan bentuk-bentuk di alam pada dasarnya adalah bentuk-bentuk yang dipinjamkan-Nya kepada-Nya. Sebagaimana sinar matahari miliknya kemudian dipinjamkan ke bumi dan segala isinya untuk menunjukkan keberadaannya. Matahari dan cahayanya merupakan dua wujud yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain dan keduanya terwujud dalam satu kesatuan yaitu matahari. Ibarat api dan panas, ada dua syarat yaitu jika ada api maka ada panasnya, dan api beserta panasnya merupakan dua kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Dalam kondisi tertentu, jika Tuhan mengizinkan, hakikat api lenyap menjadi panas, seperti dalam kisah Nabi Ibrahim. “Ya Naru, kuni Bardan wa salaman ‘ala Ibrahim” (Wahai api, jadilah sejuk dan selamatkan (jenazah Ibrahim)) (QS. Al-Ambiya’: 69).



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tauhid dan akhlak tasawuf

tauhid dan akhlak tasawuf

tauhid dan akhlak tasawuf